Dari Musholla Menuju Hutan Lestari
Oleh : Sepriani Jome’
(sepri_jundi@yahoo.co.id)
Oleh : Sepriani Jome’
(sepri_jundi@yahoo.co.id)
Musholla merupakan tempat yang asing bagi sebagian manusia di muka bumi ini dan menganggap bahwa itu adalah hanya sebuah hal yang kecil dan tidak penting untuk dilirik. Lain halnya dengan mol dan tempat-tempat hiburan lainnya yang hampir semua orang dimuka bumi ini menganggap bahwa itu adalah sebuah hal yang sangat istimewa. Tetapi tidakkah kita sadar bahwa sesungguhnya perubahan besar itu dimulai dari hal-hal yang kecil. Jangan pernah meremehkan hal - hal yang kecil. Hal - hal kecil bisa mendatangkan kemenangan besar dan sebaliknya bisa pula mendatangkan kerugian yang besar. Secara alamiah sebenarnya banyak contoh sudah Allah SWT tunjukkan kepada manusia bahwa betapa sesuatu yang kecil sangat berpengaruh pada hal-hal yang besar. Sehingga tidak berlebihan ketika saya mengatakan bahwa ketika Anda punya sebuah mimpi besar maka mulailah melakukan dari hal terkecil ketika Anda bangun. Langkah kecil adalah misi dari sebuah visi yang besar.
Sebagai contoh kecil yang bisa kita lihat perputaran tata surya dalam hal ini adalah planet-planet ketika bergeser setengah mili saja akan berakibat fatal atau ketika kita mencoba menyelami sisi biologis manusia mungkin kita tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa mitokondria yang ukurannya hanya beberapa mikron adalah “the power house of cell” yang memungkinkan setiap sel manusia bisa berfungsi menunjang jaringan, organ, sistem organ sampai menjadi bentuk manusia seperti sekarang ini.
Terkisah dalam sebuah perjalanan yang fenomenal milik Rasulullah dan para sahabatnya, bagaimana mereka mengaktualisasikan mimpi - mimpi besar mengubah sebuah peradaban dengan kerja - kerja kecil yang visioner. Tergambar dengan jelas terwujudkan keindahan ajaran Islam pada setiap aktivitas mereka, sehingga nilai - nilai yang terbangun begitu membekas dan telah menjadi variabel yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Dalam sebuah riwayat pertempuran digambarkan ternyata siwak bisa menjadi sebuah penghambat dalam memperoleh kemenangan. terlupakannya siwak oleh para sahabat ternyata dianggap sebagai penyebab sulitnya menembus benteng lawan. Atau pada beberapa kisah lain digambarkan bagaimana seorang panglima perang seperti Shalahuddin Al Ayyubi berkeliling mengecek setiap tentaranya untuk mengetahui siapa saja yang melakukan Qiyamul lail untuk kemudian diajak berperang keesokan harinya. Bagaimana salah seorang sahabat yang dipilih menjadi seorang panglima perang hanya karena tidak pernah meninggalkan Qiyamul lail. Atau bagaimana cerita Umar yang menginfakkan kebun yang sudah ia bangun sekian lama hanya karena terlambat takbiratul ihram bersama Imam di masjid. Serta masih banyak kisah lain yang saya pikir bahwa anda lebih banyak tahu daripada saya yang masih haus akan ilmu.
Intinya adalah bagaimana sebuah proses pencapaian sangat diperhitungkan jauh melebihi hasil - hasil yang akan dicapai. Karakter yang terbangun pada diri para sahabat adalah mengutamakan proses - proses yang berkualitas walaupun yang terlihat kecil dan sepele bagi kebanyakan orang. Mereka menyadari bahwa hasil yang besar tidak akan tercapai optimal tanpa proses yang benar. Karakter ini cukup bertolak belakang dengan kondisi kebanyakan orang saat ini. Orientasi hasil lebih dikedepankan dibandingkan proses. Sehingga tidak jarang proses yang menghalalkan segala cara dan menggadaikan idealisme lebih dipilih guna mencapai tujuan yang dihasilkan. Karakter lain adalah orang - orang yang cuma bisa bermimpi tanpa aktualisasi gerak untuk mencapainya. mereka penuh dengan ide - ide besar tapi hanya sebatas lintasan angan dan konsep yang berserakan. Ketika dihadapkan pada kondisi nyata, mereka menyerah dan dikalahkan oleh buaian mimpi yang dalam.
Bila kita membuka lembaran perjalanan pengelolaan Hutan di Indonesia maka sebagai seorang rimbawan tentunya sangat miris, terlebih sebagai rimbawaan muslim. Rahmatan lil ‘alamin yang harusnya dihadirkan pada sektor kehutanan justru lebih banyak mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat. Lemahnya sistem dan pengelola kebijakan menurut saya menjadi faktor yang utama dalam andil kerusakan hutan di tanah air. Kapitalisme yang sudah cukup mengakar dalam pengelolaan kehutanan Indonesia telah menyebabkan eksploitasi besar - besaran tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Orang - orang tertentu muncul “sebagai penguasa hutan” ketika pada saat yang sama rakyat tidak mendapatkan kemakmuan yang memadai dari sumber daya hutan yang melimpah. Ini tentunya bukan wajah pengelolaan yang diharapkan.
Akhir - akhir ini semakin sering kita mendengar kata “Syariat Islam”didengungkan sebagai sebuah solusi pengelolaan hutan. Hal ini tentunya patut menjadi sesuatu yang sangat kita syukuri. Ini menandakan adanya proses pemahaman dan penyadaran pada masyarakat kita bahwa tidak ada yang lebih baik selain sistem Islam. Kondisi ini tentunya harus segera kita respon sebagai sebuah wujud cita-cita bersama. Saudara sekalian, ini adalah cita - cita besar kita. Lalu cukupkah hanya dengan bercita-cita? sekali lagi tidak! Sebaik apapun sistem yang kita cita-citakan hanya akan menjadi mimpi yang terkunci tanpa kita mulai mengaktualisasikannya. Pengelolaan Hutan dengan Syariat Islam tentu hanya akan sekedar jadi label, jika tidak diwujudkan. Bahkan mungkin ada yang bertanya balik kepada kita. Apa yang bisa Anda lakukan dengan Syariat Islam? Benarkah Hutan Kita bisa lebih baik? mana buktinya? yang terlontar hanya nada-nada apatis.Sekali lagi, jangan pernah remehkan hal-hal yang kecil. Sehingga kalimat kuncinya adalah “memulai dengan perbaikan”. Dan pemegang kucinya adalah Anda dan Kita semua yang punya cita - cita yang sama.
Perbaikan apa yang bisa kita lakukan ? Kenapa Anda masih menanyakan hal ini? Ingat ada banyak hal kecil yang bisa dilakukan untuk tujuan besar ini. Terkait permasalahan ini, secara khusus saya ingin menyoroti teman - teman yang biasanya aktif dalam kegiatan keislaman, aktif sebagai pengurus musholla atau masjid kampus. Lebih khusus lagi yang bertitel calon Rimbawan. Walau bagaimanapun anda adalah generasi - generasi harapan yang nantinya akan mengaktualisaikan ilmu masing - masing pada medan hutan yang terhampar di bumi Indonesia. Bila kita berkaca pada perjuangan Rasulullah SAW, maka masjid adalah basis gerakan dalam melakukan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sehingga keberadaan masjid dan musholla di kampus adalah basis awal yang diharapkan mampu menempa intelektual muda yang nantinya akan terjun ke medan keilmuannya masing - masing (termasuk kehutanan).
Bila kita kembali pada kaidah “hal kecil menuju hal besar” maka saya ingin menganalogikan wajah “pengelolaan musholla” dengan “pengelolaan hutan ke depan”. Boleh jadi bagus tidaknya cara Anda mengelola musholla akan mencerminkan kinerja ketika sudah berhadapan dengan rimba belantara. Hal - hal kecil yang coba Anda bangun sekarang adalah sebuah tempaan karakter masa depan. Sekarang mungkin Anda akan berhadapan dengan perbaikan karusakan fasilitas musholla, tapi di tahun - tahun mendatang Anda harus memperbaiki kerusakan hutan. Bila sekarang Anda sibuk membenahi penyediaan air untuk musholla, maka ke depan ada akan dihadapkan dengan penanganan DAS dan penanggulangan banjir. Analogi yang saya sampaikan mungkin sangat kecil, tapi Insya Allah sangat menentukan, terutama dalam pembentukan karakter manusianya. Jangan bermimpi melakukan hal besar jika hal yang kecil saja tidak terselesaikan.
“Perbaikan” berarti bergerak. Tentu kita tidak ingin cita - cita pengelolaan hutan yang rahmatan lil ‘alamin hanya menjadi mimpi tanpa kita mencoba untuk bangun menggapainya. Semua tentunya perlu proses yang panjang, sehingga perbaikan kecil yang kita lakukan adalah simpul - simpul yang akan mengokohkan bangunan cita - cita panjang yang kita perjuangkan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubahnya (Ar Ra’du : 11). Karenanya bergeraklah dengan Perbaikan. Dari hal kecil menuju cita - cita besar. Dari musholla menuju hutan Lestari. Insya Allah.
Wallahu’alam
(hijaubumiku-sefrhi85.blogspot.com)
Sebagai contoh kecil yang bisa kita lihat perputaran tata surya dalam hal ini adalah planet-planet ketika bergeser setengah mili saja akan berakibat fatal atau ketika kita mencoba menyelami sisi biologis manusia mungkin kita tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa mitokondria yang ukurannya hanya beberapa mikron adalah “the power house of cell” yang memungkinkan setiap sel manusia bisa berfungsi menunjang jaringan, organ, sistem organ sampai menjadi bentuk manusia seperti sekarang ini.
Terkisah dalam sebuah perjalanan yang fenomenal milik Rasulullah dan para sahabatnya, bagaimana mereka mengaktualisasikan mimpi - mimpi besar mengubah sebuah peradaban dengan kerja - kerja kecil yang visioner. Tergambar dengan jelas terwujudkan keindahan ajaran Islam pada setiap aktivitas mereka, sehingga nilai - nilai yang terbangun begitu membekas dan telah menjadi variabel yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Dalam sebuah riwayat pertempuran digambarkan ternyata siwak bisa menjadi sebuah penghambat dalam memperoleh kemenangan. terlupakannya siwak oleh para sahabat ternyata dianggap sebagai penyebab sulitnya menembus benteng lawan. Atau pada beberapa kisah lain digambarkan bagaimana seorang panglima perang seperti Shalahuddin Al Ayyubi berkeliling mengecek setiap tentaranya untuk mengetahui siapa saja yang melakukan Qiyamul lail untuk kemudian diajak berperang keesokan harinya. Bagaimana salah seorang sahabat yang dipilih menjadi seorang panglima perang hanya karena tidak pernah meninggalkan Qiyamul lail. Atau bagaimana cerita Umar yang menginfakkan kebun yang sudah ia bangun sekian lama hanya karena terlambat takbiratul ihram bersama Imam di masjid. Serta masih banyak kisah lain yang saya pikir bahwa anda lebih banyak tahu daripada saya yang masih haus akan ilmu.
Intinya adalah bagaimana sebuah proses pencapaian sangat diperhitungkan jauh melebihi hasil - hasil yang akan dicapai. Karakter yang terbangun pada diri para sahabat adalah mengutamakan proses - proses yang berkualitas walaupun yang terlihat kecil dan sepele bagi kebanyakan orang. Mereka menyadari bahwa hasil yang besar tidak akan tercapai optimal tanpa proses yang benar. Karakter ini cukup bertolak belakang dengan kondisi kebanyakan orang saat ini. Orientasi hasil lebih dikedepankan dibandingkan proses. Sehingga tidak jarang proses yang menghalalkan segala cara dan menggadaikan idealisme lebih dipilih guna mencapai tujuan yang dihasilkan. Karakter lain adalah orang - orang yang cuma bisa bermimpi tanpa aktualisasi gerak untuk mencapainya. mereka penuh dengan ide - ide besar tapi hanya sebatas lintasan angan dan konsep yang berserakan. Ketika dihadapkan pada kondisi nyata, mereka menyerah dan dikalahkan oleh buaian mimpi yang dalam.
Bila kita membuka lembaran perjalanan pengelolaan Hutan di Indonesia maka sebagai seorang rimbawan tentunya sangat miris, terlebih sebagai rimbawaan muslim. Rahmatan lil ‘alamin yang harusnya dihadirkan pada sektor kehutanan justru lebih banyak mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat. Lemahnya sistem dan pengelola kebijakan menurut saya menjadi faktor yang utama dalam andil kerusakan hutan di tanah air. Kapitalisme yang sudah cukup mengakar dalam pengelolaan kehutanan Indonesia telah menyebabkan eksploitasi besar - besaran tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Orang - orang tertentu muncul “sebagai penguasa hutan” ketika pada saat yang sama rakyat tidak mendapatkan kemakmuan yang memadai dari sumber daya hutan yang melimpah. Ini tentunya bukan wajah pengelolaan yang diharapkan.
Akhir - akhir ini semakin sering kita mendengar kata “Syariat Islam”didengungkan sebagai sebuah solusi pengelolaan hutan. Hal ini tentunya patut menjadi sesuatu yang sangat kita syukuri. Ini menandakan adanya proses pemahaman dan penyadaran pada masyarakat kita bahwa tidak ada yang lebih baik selain sistem Islam. Kondisi ini tentunya harus segera kita respon sebagai sebuah wujud cita-cita bersama. Saudara sekalian, ini adalah cita - cita besar kita. Lalu cukupkah hanya dengan bercita-cita? sekali lagi tidak! Sebaik apapun sistem yang kita cita-citakan hanya akan menjadi mimpi yang terkunci tanpa kita mulai mengaktualisasikannya. Pengelolaan Hutan dengan Syariat Islam tentu hanya akan sekedar jadi label, jika tidak diwujudkan. Bahkan mungkin ada yang bertanya balik kepada kita. Apa yang bisa Anda lakukan dengan Syariat Islam? Benarkah Hutan Kita bisa lebih baik? mana buktinya? yang terlontar hanya nada-nada apatis.Sekali lagi, jangan pernah remehkan hal-hal yang kecil. Sehingga kalimat kuncinya adalah “memulai dengan perbaikan”. Dan pemegang kucinya adalah Anda dan Kita semua yang punya cita - cita yang sama.
Perbaikan apa yang bisa kita lakukan ? Kenapa Anda masih menanyakan hal ini? Ingat ada banyak hal kecil yang bisa dilakukan untuk tujuan besar ini. Terkait permasalahan ini, secara khusus saya ingin menyoroti teman - teman yang biasanya aktif dalam kegiatan keislaman, aktif sebagai pengurus musholla atau masjid kampus. Lebih khusus lagi yang bertitel calon Rimbawan. Walau bagaimanapun anda adalah generasi - generasi harapan yang nantinya akan mengaktualisaikan ilmu masing - masing pada medan hutan yang terhampar di bumi Indonesia. Bila kita berkaca pada perjuangan Rasulullah SAW, maka masjid adalah basis gerakan dalam melakukan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sehingga keberadaan masjid dan musholla di kampus adalah basis awal yang diharapkan mampu menempa intelektual muda yang nantinya akan terjun ke medan keilmuannya masing - masing (termasuk kehutanan).
Bila kita kembali pada kaidah “hal kecil menuju hal besar” maka saya ingin menganalogikan wajah “pengelolaan musholla” dengan “pengelolaan hutan ke depan”. Boleh jadi bagus tidaknya cara Anda mengelola musholla akan mencerminkan kinerja ketika sudah berhadapan dengan rimba belantara. Hal - hal kecil yang coba Anda bangun sekarang adalah sebuah tempaan karakter masa depan. Sekarang mungkin Anda akan berhadapan dengan perbaikan karusakan fasilitas musholla, tapi di tahun - tahun mendatang Anda harus memperbaiki kerusakan hutan. Bila sekarang Anda sibuk membenahi penyediaan air untuk musholla, maka ke depan ada akan dihadapkan dengan penanganan DAS dan penanggulangan banjir. Analogi yang saya sampaikan mungkin sangat kecil, tapi Insya Allah sangat menentukan, terutama dalam pembentukan karakter manusianya. Jangan bermimpi melakukan hal besar jika hal yang kecil saja tidak terselesaikan.
“Perbaikan” berarti bergerak. Tentu kita tidak ingin cita - cita pengelolaan hutan yang rahmatan lil ‘alamin hanya menjadi mimpi tanpa kita mencoba untuk bangun menggapainya. Semua tentunya perlu proses yang panjang, sehingga perbaikan kecil yang kita lakukan adalah simpul - simpul yang akan mengokohkan bangunan cita - cita panjang yang kita perjuangkan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubahnya (Ar Ra’du : 11). Karenanya bergeraklah dengan Perbaikan. Dari hal kecil menuju cita - cita besar. Dari musholla menuju hutan Lestari. Insya Allah.
Wallahu’alam
(hijaubumiku-sefrhi85.blogspot.com)
2 komentar:
terkadang hal2 remeh, kecil dan dasar kita sepelekan. padahal tanpa batu pondasi, tanpa sebalok batu, mana mungkin piramida fir'aun bisa menjulang kokoh..?
makin mantap aja neh sefri, tulisanta.... tetap semangat..!!!
Saya senang dengan judul blognya, semoga jiwa saya akan seperti itu, amiin. Terima kasih ya....
Posting Komentar